Memilikiwawasan kebangsaan berarti akan semakin mencintai negaranya. Sekolah yang Anda pilih untuk buah hati juga akan berperan sangat penting dalam proses memupuk wawasan kebangsaan pada anak. Maka dari itu, pilihlah SMA swasta terbaik seperti SMA Dwiwarna (Boarding School) yang juga membekali anak dengan wawasan kebangsaan yang baik.
Maknaproklamasi kemerdekaan di bidang sosial, hal ini berarti segala bentuk diskriminasi rasial dihapuskan dari bumi bangsa Indonesia dan semua warga negara Indonesia dinyatakan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam segala bidang. Tidak ada perbedaan suku, agama, dan sebagainya. Hanya ada satu kata, yakni Indonesia. 2. Bidang Politik
MaknaProklamasi Bagi bangsa Indonesia yaitu : Lahirnya negara dan bangsa Indonesia. Sebagal puncak perjuangan pergerakan anti penjajahan. Dimulainya revolusi Indonesia yaltu perpindahan kekuasaan dari penjajah kepada pemerintah Indonesia. Sebagal sumber hukum lahirnya hukum nasional dan berakhirna hukum kolonial.
Fast Money. Wacana memfungsikan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR untuk merumuskan Garis-Garis Besar Haluan Negara GBHN mencuat lagi. Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Sukarnoputri menekankan pentingnya mengembalikan “ruh” Pembangunan Nasional Semesta Berencana PNSB yang pernah digunakan di masa Demokrasi Terpimpin. Wacana ini sebenarnya tidak baru dan telah mendapat dukungan relatif besar dari kekuatan-kekuatan politik yang ada. Di antara partai-partai yang memiliki perwakilan di DPR beberapa sudah menyatakan dukungan, sementara beberapa yang lain mengatakan masih mengkaji. Tapi belum ada partai yang terang-terangan menolak. Di sini kami menyimpulkan adanya kesepahaman bahwa sejak dihapusnya GBHN dari konstitusi melalui amandemen UUD 1945, negara ini telah kehilangan dua syarat penting bagi perubahan yang dicita-citakan pertama, konsepsi nasional yang obyektif dan menyeluruh, mencakup seluruh bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; kedua, kepemimpinan nasional yang mampu mengkoordinasikan dan mengarahkan seluruh aparatur negara dari tingkat pusat sampai ke jajaran paling bawah, juga yang mampu menarik partisipasi rakyat dalam rangka bergotong royong untuk mencapai tujuan nasional. Rencana Pembangunan Jangka Panjang RPJP dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM, yang merupakan turunan dari perintah UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional SPPN dipandang belum memenuhi persyaratan di atas. Kelemahan yang paling sering disebutkan adalah tidak adanya konsistensi, atau, dapat bergantinya kebijakan dan haluan negara seiring bergantinya pemerintahan. Terkait dengan penilaian dan wacana ini, kita harus bercermin pada sejarah untuk mengambil pelajaran-pelajaran. Lahirnya konsepsi pembangunan nasional di Indonesia dapat dirunut pada keputusan Dewan Pertimbangan Agung DPA bulan September 1959 yang menyatakan Manifesto Politik sebagai “garis-garis besar daripada haluan negara”. Manifesto Politik Manipol, yang merupakan Pidato Presiden Sukarno dalam peringatan detik-detik Proklamasi tanggal 17 Agustus 1959, ini kemudian diperinci oleh DPA menjadi penjelasan tentang dasar/tujuan dan kewajiban revolusi Indonesia, sifat revolusi Indonesia, hari depan revolusi Indonesia, musuh-musuh revolusi Indonesia, dan usaha-usaha pokok revolusi Indonesia di berbagai bidang. Manifesto Politik sendiri merupakan respon atas perkembangan situasi negara saat itu yang sekitar sembilan tahun terombang-ambing dalam sistem politik liberal. Puncaknya adalah kegagalan Konstituante merumuskan konstitusi yang baru, sehingga Presiden Sukarno memutuskan untuk mengeluarkan dekrit membubarkan konstituante dan kembali ke UUD 1945. Bung Karno menamakan momentum ini pada judul pidatonya sebagai “Penemuan Kembali Revolusi Kita” Rediscovery of our Revolution. Pengertian “revolusi” menurut Bung Karno adalah tindakan “menjebol atau membongkar tatanan yang sudah usang” dan “membangun atau mengganti dengan tatanan yang baru”. Maka Manifesto Politik ini menjadi penanda bagi penjebolan atau pembongkaran atas segala peninggalan kolonialisme dan sisa feodalisme, serta penataan kembali sistem ekonomi, politik, dan sosial budaya beserta alat-alatnya yang selaras dengan kebutuhan menghadapi imperialisme sebagai persoalan pokok dengan tujuan mencapai masyarakat adil-makmur. Akan tetapi, konsepsi yang tertuang dalam Manifesto Politik ini hanya sempat efektif berjalan kurang dari lima tahun. Selebihnya, ketika orde baru mengambil alih kekuasaan, haluan negara telah berubah total. Orde baru mewarisi sebagian perangkat struktur maupun infrastruktur politik dari pemerintahan sebelumnya, sehingga tidak heran GBHN dan pembangunan berencana lima tahunan tetap digunakan. Tapi haluan yang dipilih sama sekali berbeda dari yang dimaksudkan oleh Bung Karno. Atau dalam istilah lain, perangkat kerasnya hardware tetap dipertahankan tapi perangkat lunaknya software diganti total. Memperhatikan wacana yang berkembang sejauh ini, kami berpendapat bahwa perhatian kita tidak hanya ditujukan pada “perangkat kerasnya” semata, seperti MPR, badan-badan musyawarah semacam Musrenbang, atau perangkat hukumnya. Hal ini penting dalam pengertian untuk “retooling” atas alat-alat negara, alat-alat sosial ekonomi, politik, hukum dan budaya, sehinga menjadi lebih efektif, lebih demokratis dan membuka ruang partisipasi rakyat. Tapi yang lebih penting sekarang adalah perangkat lunaknya, yakni apa yang disebut Bung Karno sebagai “Konsepsi Nasional”. Mengapa? Karena perangkat lunak ini yang telah puluhan tahun dipelintir oleh orde baru dan semakin terpelintir di era liberal 18 tahun terakhir. Ketika membicarakan Konsepsi Nasional, mau tidak mau, kita harus mengalisa secara historis dan obyektif untuk menentukan keadaan seperti apa yang sedang dihadapi bangsa Indonesia serta menemukan persoalannya yang pokok. Setidaknya demikian yang dilakukan oleh Bung Karno dalam Manifesto Politik tahun 1959. Saat ini kita tidak mempunyai tokoh sebesar Bung Karno untuk menyusun suatu “konsepsi nasional”, tapi warisan yang ditinggalkan beliau dan para pemikir bangsa di masa lalu dapat kita jadikan referensi untuk mengenal keadaan sekarang dan menemukan solusi atasnya. Di samping konsepsi, persoalan “Kepemimpinan Nasional” juga merupakan aspek penting yang tidak boleh dilupakan. Kepemimpinan di sini bukan dalam arti sempit soal figur semata, melainkan kepemimpinan yang bersifat programatik dan kelembagaan. Sistem liberal telah mencerai-beraikan bangsa Indonesia, sehingga kepentingan invididu selalu tampak lebih menonjol dalam penyelenggaraan negara maupun kehidupan masyarakat. Figur presiden, atau bahkan lembaga kepresiden, tidak akan sanggup menghasilkan kepemimpinan yang efektif tanpa ada konsensus atas sebuah konsepsi yang dilahirkan secara bergotong royong dan juga siap dijalankan secara bergotong royong.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. [caption id="attachment_224105" align="alignleft" width="118" caption="Merdeka !!!"][/caption] Beban semantik penyebab terpuruknya wacana kebangsaan Kata ’’kebangsaan’’ maupun kata ’’demokrasi’’ adalah dua kata dengan beban semantik yang sangat berat. Ada bertumpuk makna dan segudang tanya yang tersembunyi di balik kedua kata itu. Kerumitan semantika ’’kebangsaan’’ dan ’’demokrasi’’ membuat orang awam cenderung tidak tertarik untuk mengikuti wacana ’’demokrasi’’ apalagi ’’kebangsaan’’. Iklan mie keriting yang kemudian diadopsi oleh salah satu tim sukses kontestan Pemilihan Presiden merupakan contoh pemelintiran semangat ’’kebangsaan’’ untuk kepentingan bisnis dan politik praktis. Potongan syair iklan itu berbunyi ’’Dari Sabang sampai Merauke, dari Ambon sampai ke Talaud. Indonesia tanah airku......’’ Ada lagi pemelintiran serupa oleh sebuah partai politik, tetapi sekarang tidak muncul lagi di televisi. Kata lain yang menunjuk kepada makna ’’kebangsaan’’ adalah nasional, nasionalitas dan nasionalisme. Kata ’’kebangsaan’’ sebagai pemaknaan kata ’’nasionalitas’’ berarti jatidiri sebagai bangsa, sedangkan ’’kebangsaan’’ sebagai pemaknaan kata ’’nasionalisme’’ berarti semangat kebangsaan. Adapun kata ’’kebangsaan’’ yang merujuk kepada kata ’’nasional’’ menunjukkan sifat kebangsaan. Kata ’’demokrasi’’ juga memikul beban semantik yang sangat berat. Beban semantik kata ’’demokrasi’’ masih ditambah lagi dengan cara pemaknaan kata ’’demokrasi’’ yang sangat tergantung kepada konteksnya. Pengertiankata ’’demokrasi’’ di Amerika Serikat berbeda dengan pengertian kata ’’demokrasi’’ di Rusia. Pengertian kata ’’demokrasi’’ bagi para politikus berbeda maknanya dengan pengertian kata ’’demokrasi’’ bagi para ilmuwan maupun penggiat lembaga swadaya masyarakat. Konsep Bangsa yang Rancu Kata ’’kebangsaan’’ berasal dari kata ’’bangsa’’. Kata ’’bangsa’’ dalam bahasa Indonesia sehari-hari sering diperkaya dengan kata-kata lain seperti anak bangsa, suku bangsa, elemen bangsa, komponen bangsa, warga bangsa, wakil-wakil bangsa [periksa teks Naskah Proklamasi] dan juga hak bangsa [periksa teks Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 1 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria/UUPA]. Sering pula kata ’’bangsa’’ dikacaukan penggunaannya dengan kata rakyat, konstituen, penduduk, warganegara, warga masyarakat dan publik. Maka lengkaplah kerumitan semantika ’’kebangsaan’’ dan ’’demokrasi’’ sehingga orang awam dijamin tidak tertarik untuk mengikuti wacana atau diskursus tentang ’’demokrasi’’ apalagi ’’kebangsaan’’. Kata Menjamin Adanya "Sesuatu" Kita menghindarkan diri agar tidak terjebak di dalam permasalahan semantika di atas. Apapun kerumitannya, pada tataran filsafat bahasa kedua kata tersebut dapat dikatakan telah memberikan jaminan akan adanya sesuatu yang disebut ’’kebangsaan’’ dan sesuatu yang disebut ’’demokrasi’’. Dalam tulisan ini, kedua kata kunci itu dipergunakan untuk mengenang kembali [retrospeksi] peristiwa Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia yang terjadi 65 tahun silam. Pemilihan kedua kata itu dimaksudkan untuk menelisik apakah kata ’’kebangsaan’’ masih sakti dan seberapa pentingkah kata ’’kebangsaan’’ itu bagi Indonesia setelah 65 tahun Proklamasi Kemerdekaan Kebangsaan. Bagaimana konsep kebangsaan itu di-install oleh para perumus konstitusionalisme Indonesia asli dan apakah kini konsep kebangsaan itu mengalami reinstall atau justru hilang dari instalasi ketatanegaraan asli Indonesia. Untuk mendampingi kata ’’kebangsaan’’ dipilih kata ’’demokrasi’’dengan pemikiran bahwa konsep yang terkandung dalam kata ’’demokrasi’’ pada wacana dan diskursus politik mutakhir terasa meminggirkan konsep lain, termasuk juga meminggirkan konsep kebangsaan. Kebangsaan sebagai Fitur Aktivasi dan Demokrasi sebagai Fitur Operasi dari sebuah Sistem Kekuasaan Kedua konsep itu bagi Indonesia berkaitan erat. Kebangsaan merupakan basis legitimasi para tokoh pejuang kemerdekaan untuk memproklamirkan Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia. Ini merupakan basis legitimasi untuk suatu kolektivitas politik yang berasal ’’dari dalam’’ dan ’’oleh orang dalam’’, serta ’’untuk orang dalam’’ negeri sendiri maupun orang luar. Dengan basis legitimasi itulah sebuah komunitas politik berupa bangsa ada dan diakui oleh bangsa lain. Ia merupakan kekuatan internal bagi komunitas politik itu. Demokrasi pada dasarnya merupakan basis legitimasi kekuasaan yang bertumpu kepada prinsip ’’berasal dari rakyat’’, ’’oleh rakyat’’ dan ’’untuk rakyat’’. Dalam perspektif pemikiran ini, hubungan antara konsep kebangsaan dengan konsep demokrasi terbentuk karena adanya sebuah kontinuum kekuasaan, dimana konsep kebangsaan dapat diibaratkan sebagai fitur aktivasi sedang demokrasi adalah fitur operasi dari sebuah kekuasaan. Sebagai fitur operasi, mustahil konsep demokrasi sebagai basis legitimasi sistem kekuasaan di Indonesia dapat dijalankan jika konsep kebangsaan Indonesia itu tidak jika konsep demokrasi itu tetap berjalan tetapi tidak dalam kerangka Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia, maka demokrasi itu adalah demokrasi yang telah mengkhianati konsep kebangsaan Indonesia atau dengan kata lain Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 harus di-reset seperti yang terjadi di Uni Soviet untuk dan atas nama demokrasi. Sebagai fitur aktivasi dari sebuah kontinuum kekuasaan, konsep kebangsaan haruslah terus menerus di-update dan di-reconfigurasi secara berkala sambil terus mengikuti perkembangan jaman, sehingga fitur aktivasi itu tetap sakti untuk menjadi pembeda yang jelas antara kekuasaan kolonial dan kekuasaan berdasarkan Kemerdekaan Kebangsaan. Ibarat telepon seluler, ia menjadi titik penentu perpindahan antara operator yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, penyelenggaraan kekuasaan yang melanggengkan sistem kekuasaan kolonial adalah sebuah kekuasaan yang tidak autenticated [=tidak terjamin keasliannya] terhadap Kemerdekaan Kebangsaan dan oleh karena itu aktivasinya harus ditolak atau operasinya harus diblokir. Kebangsaan sebagai Sebuah Kontinuum Kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu sendiri dari segi sejarahnya merupakan simpul terpenting dari sebuah kontinuum konsep kebangsaan. Konsep kebangsaan itu mula-mula merupakan percikan-percikan kesadaran Boedi Oetomo 1908, berkembang menjadi platform perjuangan “Manifesto Politik” tahun 1925 oleh Perhimpunan Indonesia dan Sumpah Pemuda 1928. Pada Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Pembukaan UUD 1945 konsep kebangsaan disempurnakan secara politik dengan mendudukkan bangsa sebagai subyek hukum. Pada perkembangan selanjutnya, konsep kebangsaan menjadi basis tata negara dan tata pemerintahan dalam UUD 1945, GBHN, UUPA dan lain-lain di mana terdapat proses pelembagaan institusionalisasi yang mengkonkretkan bangsa sebagai subyek hukum tatanegara Indonesia, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR dalam konstruksi hukum UUD 1945 sebelum diamandemen. Masalah Reconfigurasi dan Ubiquity Konsep Kebangsaan Pemikiran konstitusionalisme asli Indonesia yang terdapat dalam UUD 1945 sebelum amandemen mendudukkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang anggotanya mencerminkan penjelmaan seluruh rakyat atau Vertretungsorgen des Willens des Staatsvolkes Cfr. Pasal 2 Ayat 1 UUD 1945 dan penjelasannya serta Penjelasan Umum III/3, sehingga lebih merupakan mayoritas perwakilan bukan perwakilan mayoritas dan mempunyai kewenangan menetapkan haluan negara dengan memperhatikan dinamika jaman Cfr. Pasal 3 UUD 1945 dan penjelasannya serta Penjelasan Umum III/3. Kedudukan MPR yang demikian itu memungkinkannya untuk bertindak sebagai proxy yang berhak membuka jalur kekuasaan, menolak aktivasi atau memblokir operasi kekuasaan apabila kekuasaan itu tidak sejalan dengan Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia. Di samping itu, kewenangannya untuk menetapkan haluan negara dengan memperhatikan dinamika jaman merupakan fitur penting untuk me-reconfigurasi dan meng-update konsep kebangsaan dalam rangka mengharmonisasikan dinamika kebangsaan dan demokratisasi serta menjaga ubiquity konsep kebangsaan dalam setiap jenjang kekuasaan sehingga semangat kebangsaan terasa hadir di mana-mana. Dengan sebuah mode ekspresi wacana berupa pekik MERDEKA nb tangan tidak perlu mengepal tetapi cukup melambai saja, saya ucapkan Dirgahayu Indonesia, Negeri dan Bangsaku. Sumber gambar Lihat Sosbud Selengkapnya
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Alia Maerani;Anisa FitriyaniDosen FH Unissula;Mahasiswa PBI FBIKSuatu bangsa mempunyai sejarah perjuangan dari para orang-orang terdahulu yang dimana terdapat banyak nilai-nilai nasionalis, patrionalis dan lain sebagainya yang pada saat itu menempel erat pada setiap jiwa warga negaranya. Di era globalisasi ini sangat penting menanamkan wawasan kebangsaan pada diri generasi muda. Generasi muda merupakan sumber daya manusia yang potensial dimasa yang akan datang. Generasi muda merupakan potensi bangsa yang dipersiapkan untuk dapat berprestasi dan memberikan sumbangan nyata bagi pembangunan bangsa dan Negara. Bila pemahaman wawasan kebangsaan meningkat maka keutuhan persatuan dan kesatuan NKRI akan kuat karena secara sadar muncul semangat atau dorongan hati yang kuat untuk cinta tanah air, membela dan menjaga keutuhan NKRI. Generasi muda merupakan generasi penerus bangsa oleh karena itu harus menanamkan wawasan kebangsaan yang kuat dalam diri mereka agar mereka tahu betapa pentingnya perjuangan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik dari sebelumnya. Seperti kata pepatah yang berbunyi "Mereka yang saat ini berusia muda, kelak pada waktunya akan menjadi dewasa dan menjadi pemimpin bangsa." Pepatah ini mempunyai maksud bahwa jika generasi muda ingin menjadi pemimpin maka mereka harus mempunyai wawasan kebangsaan yang kuat karena jika ia mempunyai wawasaan kebangsaan yang kuat berarti ia dapat menghargai bangsanya. Apalagi menurut prediksi bahwa pada tahun 2025-2045 mendatang, Indonesia akan mengalami bonus demografi dimana usia produktif di Indonesia akan menjadi kelompok usia paling banyak di Indonesia dibandingkan kelompok usia lain. Pada saat itu wawasan kebangsaan dan penguatan karakter sangat penting ditanamkan dalam diri para generasi muda,tidak hanya agar dapat memajukan bangsa Indonesia namun juga dapat membuat Bangsa Indonesia menjadi semakin solid. Wawasan kebangsaan dapat diartikan sebagai cara pandang disertai kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara akan diri dan lingkungannya didalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Wawasan kebangsaan sangat penting dalam hubungan antar bangsa dan dalam pergaulan antar bangsa lain di dunia internasional. Wawasan kebangsaan mengandung komitmen dan semangat persatuan untuk menjamin keberadaan dan meningkatkan kualitas hidup bangsa. Konsep kebangsaan merupakan hal yang mendasar bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana terdapat dalam Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Konsep kebangsaan itulah yang membedakan antara Indonesia dengan negara lainnya. Sebenarnya onsep kebangsaan itu muncul atas dorongan keinginan bangsa Indonesia untuk mewujudkan kemerdekaan dan memulihkan martabat kita sebagai manusia. Wawasan bangsa Indonesia menolak berbagai diskriminasi suku,ras, keturunan, warna kulit, agama maupun dari status sosial. Wawasan kebangsaan bertujuan untuk membangun persatuan dan kesatuan didalam bangsa Indonesia. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, wawasan kebangsaan merupakan hal yang sangat penting untuk ditanamkan bagi generasi muda khususnya pelajar sebgai proses dalam pembentukan sikap moral agar memiliki kecintaan terhadap tanah airnya dalam memelihara kesinambungan perjalanan kehidupan bangsa, serta terpeliharanya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya peningkatan wawasan kebangsaan bagi generasi muda khususnya pelajar dilakukan dengan membangun karakter agar memiliki wawasan dan motivasi yang kuat serta memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap masa depan bangsa dan Guru Besar Tasawuf Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Asep Usman Ismail mengatakan bahwa salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menguatkan karakter bangsa adalah dengan cara mengenalkan sejarah bangsanya. Menurutnya hanya dengan cara itulah para generasi muda akan lebih menghargai perjuangan para pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan Negara Indonesia dan kelak akan lebih siap untuk menjadi pemimpin dimasa yang akan datang."Ditangan mereka kualitas bangsa ini dipertaruhkan. Kalau hari ini ada bayi lahir,maka 20 tahun kemudian ia akan menjadi remaja. Kalau hari ini remaja, 20 tahun lagi sudah menjadi pemimpin bangsa. Maka kaum muda saat ini sudah harus mempunyai pikiran yang terbuka, kreatif, inovatif, dan komunikatif dalam melihat persoalan bangsa ini," Beliau melanjutkan. Wawasan kebangsaan menurut beliau sangat penting dikuasai mengingat besarnya wilayah Indonesia saat ini, banyaknya jumlah penduduk, dan aneka ragam kebudayaan yang ada di Indonesia. Dengan kuatnya pengetahuan kebangsaan pada generasi muda, beliau yakin generasi muda akan lebih kuat untuk mempertahankan keutuhan bangsa dan dapat menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman perpecahan yang datang dari berbagai banyak generasi dizaman sekarang mulai luntur wawasan kebangsaannya. Dapat dilihat dari cara hidup anak-anak zaman sekarang yang sudah banyak dipengaruhi oleh budaya barat dan juga perkembangan teknologi yang pesat. Hal itulah yang berpengaruh besar pada generasi muda. Informasi sekarang sangat mudah diakses hal itu menyebabkan bukan hanya informasi positif saja yang dapat diakses namun juga informasi negatif yang bertentangan dengan budaya bangsa Indonesia. Tanpa adanya pemahaman Wawasan Kebangsaan bagi pemuda maka bangsa Indonesia kedepannya akan semakin kehilangan jati diri karena para pemuda mulai menurun rasa cinta tanah air, para pemuda mulai menurun rasa rela berkorban demi negara, menurunnya pemahaman terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Sumpah Pemuda Dan Bhinneka Tunggal Ika. Sebagai contoh akibat dari kurangnya pengetahuan akan wawasan kebangsaan dalam diri generasi muda adalah maraknya tawuran, geng motor, anak sekolah suka membolos, melanggar tata tertib, dll. Bahkan sering kita jumpai banyak anak muda zaman sekarang yang tidak hafal pancasila dan nama-nama Presiden Republik Indonesia. Padahal kita semua tahu pancasila adalah ideologi Negara Indonesia. Berikut adalah beberapa cara menanamkan wawasan kebangsaan dalam diri generasi muda Mengenalkan lebih dalam mengenai sejarah bangsa Indonesia, aneka ragam adat istiadat,lagu-lagu rakyat, tarian daerah,dan kakayaan alam yang ada Indonesia kepada generasi pemahaman kepada generasi muda mengenai peran serta rakyat Indonesia dalam upaya kemanusiaan dan perdamaian didunia kepada generasi muda agar rajin membaca buku, mengadakan diskusi, seminar lokakarya,kemudian mengadakan lomba di hari-hari nasional seperti pada hari kegiatan ekstrakulikuker di sekolah ataupun dikampus. Generasi muda harus mengetahui makna wawasan kebangsaan yaitu dengan cara memahami secara mendalam falsafah Pancasila yang mengandung nilai-nilai dasar yang akhirnya dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku yang bermuara pada terbentuknya karakter bangsa. Tak hanya pancasila saja yang wajib dipahami oleh para generasi muda namun juga semboyan Bhineka Tungga Ika. Yang berarti keharusan untuk menghargai perbedaan yang ada baik suku, agama, ras maupun antar golongan. Karena toleransi adalah syarat tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemauan dan kemampuan untuk menerima adanya berbagai perbedaan itulah yang harus tetap dipupuk dan dibangun dalam rangka mewujudkan cita-cita bersama sebagai satu betapa pentingnya peran generasi muda maka sangat penting untuk menanamkan wawasan kebangsaan dalam diri generasi muda sejak dini. Oleh karena itu sejak memasuki sekolah dasar telah diberi pendidikan tentang wawasan kebangsaan. Oleh karena itu Lembaga-lembaga pendidikan berperan penting memberi bekal penalaran kepada masyarakat terutama pada generasi muda agar dapat menilai mana- mana dari tradisi yang berhenti karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman, mana yang berlanjut dan mana yang berubah bentuk. Pendidikan mempunyai peran strategis untuk membimbing peserta didik sebagai penerus bangsa, memberikan basic perilaku untuk saling menghormati masyarakat yang ada, memberikan pencerahan terhadap perilaku yang menyimpang yang merugikan bangsa dan negara, serta mampu menyiapkan peserta didik sebagai warga negara yang baik, bertanggung jawab serta menjadi warga negara yang mau dan mampu membela bangsanya dan mengamankan aset-aset bangsanya. Dalam hal ini generasi muda merupakan sosok individu yang sangat berkompeten dalam menentukan maju mundurnya suatu bangsa, karena hal tersebut akan membawanya kearah kemajuan diri dari bangsanya. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
makna negara dan kebangsaan bagi kepemimpinan nasional